Thursday 16 January 2014

WAYANG KULIT SENI BUDAYA BANGSA DI ASIA

WAYANG salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Budaya wayang meliputi seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan juga seni perlambang. Budaya wayang, yang terus berkembang dari zaman ke zaman, juga merupakan media penerangan, dakwah, pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat, serta hiburan.
Menurut penelitian para ahli sejarah kebudayaan, budaya wayang merupakan budaya asli Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Keberadaan wayang sudah berabad-abad sebelum agama Hindu masuk ke Pulau Jawa. Walaupun cerita wayang yang populer di masyarakat masa kini merupakan adaptasi dari karya sastra India, yaitu Ramayana dan Mahabarata. Kedua induk cerita itu dalam pewayangan banyak mengalami pengubahan dan penambahan untuk menyesuaikannya dengan falsafah asli Indonesia.

Penyesuaian konsep filsafat ini juga menyangkut pada pandangan filosofis masyarakat Jawa terhadap kedudukan para dewa dalam pewayangan. Para dewa dalam pewayangan bukan lagi merupakan sesuatu yang bebas dari salah, melainkan seperti juga makhluk Tuhan lainnya, kadang-kadang bertindak keliru, dan bisa jadi khilaf. Hadirnya tokoh panakawan dalam_ pewayangan sengaja diciptakan para budayawan In­donesia (tepatnya budayawan Jawa) untuk mem­perkuat konsep filsafat bahwa di dunia ini tidak ada makhluk yang benar-benar baik, dan yang benar-benar jahat. Setiap makhluk selalu menyandang unsur kebaikan dan kejahatan.

Dalam disertasinya berjudul Bijdrage tot de Kennis van het Javaansche Tooneel (1897), ahli sejarah kebudayaan Belanda Dr. GA.J. Hazeau menunjukkan keyakinannya bahwa wayang merupakan pertunjukan asli Jawa. Pengertian wayang dalam disertasi Dr. Hazeau itu adalah walulang inukir (kulit yang diukir) dan dilihat bayangannya pada kelir. Dengan demikian, wayang yang dimaksud tentunya adalah Wayang Kulit seperti yang kita kenal sekarang.

Mengenai asal-usul wayang ini, di dunia ada dua pendapat. Pertama, pendapat bahwa wayang berasal dan lahir pertama kali di Pulau Jawa, tepatnya di Jawa Timur. Pendapat ini selain dianut dan dikemukakan oleh para peneliti dan ahli-ahli bangsa Indonesia, juga merupakan hasil penelitian sarjana-sarjana Barat. Di antara para sarjana Barat yang termasuk kelompok ini, adalah Hazeau, Brandes, Kats, Rentse, dan Kruyt.

Alasan mereka cukup kuat. Di antaranya, bahwa seni wayang masih amat erat kaitannya dengan keadaan sosiokultural dan religi bangsa Indonesia, khususnya orang Jawa. Panakawan, tokoh terpenting dalam pewayangan, yakni Semar, Gareng, Petruk, Bagong, hanya ada dalam pewayangan Indonesia, dan tidak di negara lain. Selain itu, nama dan istilah teknis pewayangan, semuanya berasal dari bahasa Jawa (Kuna), dan bukan bahasa lain.

Sementara itu, pendapat kedua menduga wayang berasal dari India, yang dibawa bersama dengan agama Hindu ke Indonesia. Mereka antara lain adalah Pischel, Hidding, Krom, Poensen, Goslings, dan Rassers. Sebagian besar kelompok kedua ini adalah sarjana Inggris, negeri Eropa yang pernah menjajah India.

Namun, sejak tahun 1950-an, buku-buku pe­wayangan seolah sudah sepakat bahwa wayang memang berasal dari Pulau Jawa, dan sama sekali tidak diimpor dari negara lain.

Budaya wayang diperkirakan sudah lahir di Indo­nesia setidaknya pada zaman pemerintahan Prabu Airlangga, raja Kahuripan (976 -1012), yakni ketika kerajaan di Jawa Timur itu sedang makmur-makmur­nya. Karya sastra yang menjadi bahan cerita wayang sudah ditulis oleh para pujangga Indonesia, sejak abad X. Antara lain, naskah sastra Kitab Ramayana Kakawin berbahasa Jawa Kuna ditulis pada masa pemerintahan raja Dyah Balitung (989-910), yang merupakan gubahan dari Kitab Ramayana karangan pujangga In­dia, Walmiki. Selanjutnya, para pujangga Jawa tidak lagi hanya menerjemahkan Ramayana dan Mahabarata ke bahasa Jawa Kuna, tetapi menggubahnya dan menceritakan kembali dengan memasukkan falsafah Jawa kedalamnya. Contohnya, karya Empu Kanwa Arjunawiwaha Kakawin, yang merupakan gubahan yang berinduk pada Kitab Mahabarata. Gubahan lain yang lebih nyata bedanya derigan cerita asli versi In­dia, adalah Baratayuda Kakawin karya Empu Sedah dan Empu Panuluh. Karya agung ini dikerjakan pada masa pemerintahan Prabu Jayabaya, raja Kediri (1130 - 1160).

Wayang sebagai suatu pergelaran dan tontonan pun sudah dimulai ada sejak zaman pemerintahan raja Airlangga. Beberapa prasasti yang dibuat pada masa itu antara lain sudah menyebutkan kata-kata "mawa­yang" dan `aringgit' yang maksudnya adalah per­tunjukan wayang.

Mengenai saat kelahiran budaya wayang, Ir. Sri Mulyono dalam bukunya Simbolisme dan Mistikisme dalam Wayang (1979), memperkirakan wayang sudah ada sejak zaman neolithikum, yakni kira-kira 1.500 tahun sebelum Masehi. Pendapatnya itu didasarkan atas tulisan Robert von Heine-Geldern Ph. D, Prehis­toric Research in the Netherland Indie (1945) dan tulisan Prof. K.A.H. Hidding di Ensiklopedia Indone­sia halaman 987.

Kata `wayang' diduga berasal dari kata `wewa­yangan', yang artinya bayangan. Dugaan ini sesuai dengan kenyataan pada pergelaran Wayang Kulit yang menggunakan kelir, secarik kain, sebagai pembatas antara dalang yang memainkan wayang, dan penonton di balik kelir itu. Penonton hanya menyaksikan gerakan-gerakan wayang melalui bayangan yang jatuh pada kelir. Pada masa itu pergelaran wayang hanya diiringi oleh seperangkat gamelan sederhana yang terdiri atas saron, todung (sejenis seruling), dan kemanak. Jenis gamelan lain dan pesinden pada masa itu diduga belum ada.

Untuk lebih menjawakan budaya wayang, sejak awal zaman Kerajaan Majapahit diperkenalkan cerita wayang lain yang tidak berinduk pada Kitab Ramayana dan Mahabarata. Sejak saat itulah cerita­cerita Panji; yakni cerita tentang leluhur raja-raja Majapahit, mulai diperkenalkan sebagai salah satu bentuk wayang yang lain. Cerita Panji ini kemudian lebih banyak digunakan untuk pertunjukan Wayang Beber. Tradisi menjawakan cerita wayang juga diteruskan oleh beberapa ulama Islam, di antaranya oleh para Wali Sanga. Mereka mulai mewayangkan kisah para raja Majapahit, di antaranya cerita Damarwulan.

Masuknya agama Islam ke Indonesia sejak abad ke-15 juga memberi pengaruh besar pada budaya wayang, terutama pada konsep religi dari falsafah wayang itu. Pada awal abad ke-15, yakni zaman Kerajaan Demak, mulai digunakan lampu minyak berbentuk khusus yang disebut blencong pada pergelaran Wayang Kulit.

Sejak zaman Kartasura, penggubahan cerita wayang yang berinduk pada Ramayana dan mahabarata makin jauh dari aslinya. Sejak zaman itulah masyarakat penggemar wayang mengenal silsilah tokoh wayang, termasuk tokoh dewanya, yang berawal dari Nabi Adam. Sisilah itu terus berlanjut hingga sampai pada raja-raja di Pulau Jawa. Dan selanjutnya, mulai dikenal pula adanya cerita wayang pakem. Yang sesuai standar cerita, dan cerita wayang carangan yang diluar garis standar. Selain itu masih ada lagi yang disebut lakon sempalan, yang sudah terlalu jauh keluar dari cerita pakem.

Memang, karena begitu kuatnya seni wayang berakar dalam budaya bangsa Indonesia, sehingga terjadilah beberapa kerancuan antara cerita wayang, legenda, dan sejarah. Jika orang India beranggapan bahwa kisah Mahabarata serta Ramayana benar-benar terjadi di negerinya, orang Jawa pun menganggap kisah pewayangan benar-benar pernah terjadi di pulau Jawa.

Dan di wilayah Kulonprogo sendiri wayang masih sangatlah diminati oleh semua kalangan. Bukan hanya oleh orang tua saja, tapi juga anak remaja bahkan anak kecil juga telah biasa melihat pertunjukan wayang. Disamping itu wayang juga biasa di gunakan dalam acara-acara tertentu di daerah kulonprogo ini, baik di wilayah kota Wates ataupun di daerah pelosok di Kulonprogo.


Kesimpulannya, wayang kulit ini memang telah wujud sekian lama. Wayang kulit ini muncul di Negara india. Terdapat kisah-kisah dewa-dewi yang merempuh banyak rintangan hidup. Watak utama seperti mahabrata dan Ramayana. Mereka menpunyai anak kandung yang meyerupai monyet. Nama anak mahabarata iaitu hanuman kera putih.

NOR MUHAMMAD MUSTAQIM  (BC12160218)
MUHAMMAD ZUHAIRY ISMAIL (BC12160189)
ZAIRUL HAFIZ ZAIDI (BC12110183) 
AIN NABILA AZMI (BC12110007)
SITI NORHAYATI SHAMSUDIN (BC12160225)


Saturday 11 January 2014

MELENTUR BULUH BIARLAH DARI REBUNG

JUMAAT, 20 DISEMBER 2013 – Pelajar Sekolah Menengah Kebangsaan Libaran Sandakan sifatkan Program Jom Ke Dewan Bahasa dan Pustaka ( DBP ) anjuran bersama Kelab Rakan Mahasiswa ( KARMA ) Universiti Malaysia Sabah dan DBP sebagai sesuatu yang bernilai dan bermakna, kerana program tersebut mampu mencetus minat membaca dalam kalangan masyarakat.

Pelajar SMK Libaran, Sandakan, Nor Salimah Mohammad, 15, berkata masacuti pada hujung tahun ini dapat dimanfaatkannya melalui penyertaan Program Jom Ke DBP walaupun terpaksa menempuh perjalanan jauh dari Sandakan ke Kota Kinabalu.

“Saya amat berharap program ini akan dapat dijalankan pada setiap bulan, untuk memberi peluang kepada para pelajar khususnya sekolah menengah untuk mempelajari banyak ilmu pengetahuan yang banyak untuk mempertingkatkan lagi mutu dan kualiti bahasa serta kemahiran bagi meningkatkan semangat jati diri pelajar untuk berjaya”.


Dalam program ini pada dasarnya mengajak masyarakat untuk mencintai bahasa dan mengamalkan nilai-nilai murni yang ada dalam budaya masyarakat setempat. Langkah ini adalah bagi mempertingkatkan pengamalan nilai-nilai murni dan segala pengajaran dalam kehidupan seharian serta membentuk masyarakat, khususnya golongan muda untuk menjadi modal insan kelas pertama.


MUHAMMAD ZUHAIRY BIN ISMAIL
BC12160189

MALAM APREASIASI NASKHAH MENCUNGKIL BAKAT PELAJAR PENULISAN DALAM SENI LAKON
Khamis, 19 Disember 2013 – Program Apreasiasi Naskah bukti kemampuan Kelab Rakan Sastera Mahasiswa ( KARMA ) Universiti Malaysia Sabah ( UMS ) dalam melahirkan pelajar yang mahir dan berkualiti dalam persembahan seni yang menggabungkan kreativiti penulisan, teater, muzik, dan visual dalam persembahan.

Encik Lokman Abdul Samad merupakan pensyarah Sekolah Pengajian Seni dan selaku tenaga pengajar bagi khusus Apreasiasi Naskhah. Kemampuan kelab KARMA dalam mengendalikan program ini bukan hanya berjaya diperingkat universiti sahaja malah ia pasti akan mampu beraksi dalam bidang kerjayanya kelak. Kelab KARMA juga merupakan platform ilmu sastera dan seni.

Encik Lokman berkata, perkembangan ini membuktikan bahawa mata pelajaran penulisan bukan hanya berfokus pada aktiviti penulisan sahaja, tetapi ia meliputi semua bidang yang mereka pelajari di Sekolah Pengajian Seni.


Program Apresiasi Naskhah KARMA UMS merupakan salah satu inisiatif kumpulan pelajar dalam menyatukan golongan pengamal seni, selain menarik perhatian agensi kerajaan seperti Dewan Bahasa dan Pustaka bagi menjalinkan kerjasama erat dalam melaksanakan program berkaitan kemasyarakatan.


MUHAMMAD ZUHAIRY BIN ISMAIL
BC12160189
FESTIVAL SKRIN DIGITAL MENYERLAH BAKAT PELAJAR
SELASA, 17 Disember 2013 – Universiti Malaysia Sabah ( UMS ) telah mengadakan tayangan Festival Skrin Digital, bertempat di Theatrette Ahmad Nisfu, Sekolah Pengajian Seni ( SPS ). Tayangan festival skrin digital ini telah dipertandingkan sebanyak 18 buah filem.

Festival Skrin Digital merupakan acara yang mempertandingkan filem pendek yang dihasilkan oleh pelajar UMS sepanjang semester ini. Tujuan penganjuran festival ini ialah untuk merungkaikan bakat yang terpendam yang ada pada pelajar dan untuk mengasahkan lagi bakat-bakat pelajar yang berminat dalam bidang seperti ini. Penganjuran dan anugerah yang telah ditawarkan dapat membangkitkan semangat pelajar untuk melibatkan diri dalam festival ini.

Dalam pertandingan festival ini filem “Tanduo” telah dinobatkan sebagai filem terbaik dan sekaligus telah membolot sebanyak 6 anugerah.

Filem “Tanduo” membawa kisah tentang perjuangan anak-anak muda yang mempertahankan kampung halaman mereka daripada serangan penceroboh. Pengarah filem ini ialah Mohd Sopi dan merupakan pelajar tahun 3 dalam Program Seni Kreatif.

Dengan mengadakan acara-acara pertandingan yang dapat mengasahkan bakat belajar dapat melahirkan mahasiswa dan mahasiswi yang berkualiti dan berkaliber,malah bukan sahaja dalam bentuk pengetahuan dan berilimiah tetapi dalam bentuk praktikal selepas bergraduan kelak.

MUHAMMAD ZUHAIRY BIN ISMAIL

BC12160189